Friday 6 November 2015

BAB II penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe group investigation (GI).

BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1   Pengertian belajar
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memahami kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar dapat terjadi karena dua faktor yaitu stimulus dan respon (aksi dan reaksi) serta belajar sangat ditentukan oleh motivasi belajar pada diri seseorang, karena tanpa adanya motivasi, tujuan belajar yang ingin dicapai tidak akan berhasil.
Secara lebih jelas mengenai pengertian belajar akan diuraikan berdasarkan pendapat para ahli yang membahas tentang pengertian belajar tersebut. Slameto (2003:2) menyatakan: “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Dengan demikian jelas bahwa belajar itu merupakan suatu aktifitas yang diilakukan dengan sengaja untuk mencari perubahan yang pada hakikatnya belum tumbuh sedara sempurna dan memerlukan peningkatan terus-menerus dan berencana.
          Sementara itu Dalyono (1997:49) mendefinisikan: “belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sebagainya”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha, perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh secara sistemmatis, mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik, mental, serta dana, panca indra, otak dan anggota tubuh lainnya. Demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelijensi, bakat, motivasi, minat dan sebagainya.
          Berdasarkan defenisi yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal tentang belajar, yaitu belajar pada seseorang pada dasarnya dimaksudkan sebagai usaha untuk menguasai ilmu pengetahuan. Salah satu hasil dari kegiatan belajar dapat dilihat pada perubahan tingkah laku seseorang seperti keterampilan, kebiasaan, sikap, kepandaian, pengetahuan maupun pengertian. Perubahan tingkah laku ini dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi ada juga kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang tidak baik.
2.2   Tujuan Pendidikan Matematika di SD
Pendidikan dan pengajaran matematika merupakan dua kata yang saling berkaitan satu sama lain. Pendidikan merupakan proses pembentukan manusia yang memungkinkan tumbuh dari berkembangnya potensi dan kemauannya. Dengan adanya pendidikan kepribadian manusia dapat dibina, dikembangkan nilai-nilai kebudayaan serta dapat membawa masyarakat menjadi maju dan hidup sejahtera. Sedangkan pengajaran merupakan aspek yang sangat penting dalam proses pendidikan. Pengajaran berperan sebagai salah satu desain untuk mencapai tujuan pendidikan yang selalu berubah. Oleh karena itu perlu bimbingan yang terus menerus baik mengenai dasar, kerangka, maupun hal-hal praktis yang menunjang suatu pengajaran.
Tujuan dan dasar pengajaran harus sejajar dan sejalan dengan dasar pendidikan. Dasar pendidikan merupakan landasan atau tempat berpijak, maka dasar pendidikan harus mencapai tujuan yang jelas. Imanuddin Ismail (1980:40) menyatakan bahwa : “Belajar akan berjalan dengan baik bila disertai dengan tujuan, tanpa adanya tujuan yang jelas belajar tidak akan berhasil dengan baik”.
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan terutama di Sekolah Dasar (SD). Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah untuk mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
 Di dalam GBPP 1994 mata pelajaran matematika SD disebutkan bahwa tujuan yang hendak dicapai dari pembelajaran matematika sekolah adalah:
1.   Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
2.   Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan matematika.
3.   Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
4.   Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. (Depdikbud, 1993:40)
Sedangkan tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP pada SD/MI adalah sebagai berikut:
1.      Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.      Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.      Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.      Mengkomunkasikan gagasan dengan simbol, table, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.      Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006 : 417).

Tentunya kita menyadari bahwa tujuan pendidikan yang paling utama adalah membantu anak didik untuk meningkatkan dan mewujudkan kemampuan khas yang di bawa dari lahir oleh setiap anak dan diakumulasikan dari pengalaman mereka sehari-hari. Pendidikan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup, kualitas iman, kualitas berpikir dan kualitas berkarya.

2.3        Prestasi Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
2.3.1      Prestasi Blajar
A. Tabrani Rusyan, (2007: 68) mengemukakan bahwa : prestasi merupakan suatu bukti keberhasilan usaha yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu kegiatan. Demikian pula prestasi yang dicapai oleh kita, merupakan keberhasilan setelah melaksanakan proses belajar sehingga memiliki berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang mendukung. Dalam melaksanakan proses belajar kebanyakan kita hanya memikirkan masa sekarang dan tidak memikirkan masa depan, akan tetapi mereka tidak dibiarkan begitu saja.
Muhammad Ali (1993:4) menyebutkan, “Prestasi belajar merupakan hasil optimal  yang diperoleh seseorang dari suatu bentuk perubahan dalam diri seseorang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku berkat pengalaman dan latihan”. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa prestasi belajar merupakan bukti nyata sebagai hasil usaha yang telah dikerjakan seseorang dalam bidang tertentu dan dapat diketahui melalui evaluasi.

Dengan demikian Prestasi belajar merupakan suatu keberhasilan dari usaha yang dicapai seorang siswa setelah melakukan kegiatan belajar, sehingga ia memiliki berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang mendukung.

2.3.2      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Untuk memahami tentang prestasi belajar, perlu didalami faktor-faktor yang mempengaruhinya, Mulyasa. (2005: 189-196) mengemukakan beberapa faktor yaitu:
1.        Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor internal adalah :
a.    Kecerdasan atau Intelegensi
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Slameto (1995:56) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah”.

b.   Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Menurut Ahmadi dan Supriono (2003:82), “Bakat adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir”. Selanjutnya Slamento (1995:59) mengatakan bahwa : “Jika bahan pelajaran yang dipelajari sesuai dengan bakatnya maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu”.
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya.
c.    Minat
Minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperlihatkan beberapa kegiatan. Menurut Syah (2005:136) mengemukakan bahwa: “Secara sederhana minat (interest) berati kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu”.
Berdasarkan pendapat diatas jelaslah bahwa seorang siswa yang memiliki kecendrungan atau keinginan yang besar terhadap suatu pelajaran akan lebih mudah dalam mencapai prestasi belajar dan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan.
d. Motivasi
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut
merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Ahmadi dan Prasetya (2005:109) mengemukakan :”Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu”. Jika kondisi psikologi seorang siswa lemah maka motivasi siswa tersebut akan menurun dan mengakibatkan rendahnya prestasi belajar siswa tersebut. 
2.        Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya diluar diri siswa, adapun yang digolongkan kedalam faktor eksternal adalah :
a.    Keadaan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Purwanto (1985:67) yaitu: “Berhasil baik atau tidaknya pendidikan disekolah bergantung pada diri sendiri dan dipengaruhi oleh pendidikan didalam keluarga”.
Oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan mulai dari keluarga. Sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan, yang  memerlukan kerjasama yang baik antara orang tua dan guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan hasil belajar anak.
b.   Keadaan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa yang kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya, Sardiman (1992:144) mengemukakan bahwa : Hubungan guru dengan siswa/anak didik dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan.
c.    Lingkungan masyarakat
Disamping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini  Sukmadinata (2005:165) mengemukakan bahwa :
Lingkungan masyarakat dimana warganya memiliki latar belakang yang cukup, terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan sumber-sumber belajar didalamnya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap semangat dan perkembangan belajar generasi muda lainnya”.
Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya.

2.4        Model Pembelajaran Kooperatif (Kooperatif Learning)
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasikan kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif (kooperatif learning). Ide penting dalam pembelajaran kooperatif adalah membelajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa, karena pada dunia kerja sebagian besar dilakukan secara kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yaitu siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Jadi dalam setiap kelompok terdapat peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Dalam menyelelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman belum menguasai bahan pembelajaran.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran akan mengaktifkan siswa serta menumbuhkan minat siswa terhadap pelajaran itu sendiri. Ini juga merupakan salah satu trik supaya siswa termotivasi untuk belajar. Guru hanya sebagai fasilitator untuk membentuk dan mengembangkan pengetahuan itu sendiri, bukan untuk memindahkan pengetahuan. Melalui pembelajaran kooperatif siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan motivasi dalam belajar matematika.
Kooperatif learning merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda kedalam kelompok-kelompok kecil (Saptono, 2003:32). Kepada siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dan sebagainya.

2.4.1 Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa kelebihan antara lain :
a.    Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjungjung tinggi norma-norma kelompok.
b.   Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil.
c.    Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilah kelompok.
d.   Interaksi antar siswa juga membantu meningkatkan perkembangan kognitif yang non-kognitif.

2.4.2   Kekurangan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Jusuf Djajadisastra (2006 : 23) metode kooperatif memiliki bagian atau kelemahannya, yaitu :
a.    Sulit sekali membantu kelompok yang kemudian dapat bekerja sama secara harmonis.
b.   Dapat terbina rasa fanatik terhadap kelompoknya.
c.    Penilaian terhadap murid sebagai individu menjadi sulit karena tersembunyi dibelakang kelompok.

2.5   Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI
2.5.1      Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe GI
Model pembelajaran Group Investigation (penyelidikan kelompok) ini berasal dari tulisan-tulisan filsafat, etika dan psikologi sejak tahun-tahun pertama abad ini, orang pertama yang merintis menggunakan model ini adalah John Dewey. Dewey memandang bahwa kerja sama dalam kelas sebagai prasyarat untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan yang kompleks dalam demokrasi. Kelas merupakan bentuk kerja sama dimana guru dan murid membangun proses pembelajaran dengan perencanaan yang baik berdasarkan berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan mereka masing-masing. Pembelajaran adalah partisifan aktif dalam segala aspek kehidupan sekolah dengan membuat keputusan-keputusan yang menentukan tujuan kemana mereka bekerja. Kelompok menyediakan sarana sosial bagi proses ini. Perencanaan kelompok merupakan salah satu model untuk menjamin keterlibatan siswa secara maksimal. 
Menurut Sawali (2008), mengatakan bahwa group investigasi matematika mempunyai beberapa banyak keunggulan, yaitu :
Ø  Cukup efektif untuk menumbuh kembangkan kedisplinan, minat, kerja sama, keaktifan dan tanggung jawab siswa karna metode diskusi kelompok GI menekankan kemampuan siswa secara individual meskipun dilaksanakan secara kelompok ketika menyampaikan diskusi.
Ø  Cukup efektif untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal .
Ø  Cukup efektif untuk menumbuhkan budaya kompetitif dikalangan siswa karena  secara kejiwaan siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk tampil sebaik-baiknya secara individu dan memiliki kedekatan emosional untuk menjaga solidaritas kelompok ketika menyampaikan hasil diskusi.
Ø  Kegiatan pembelajaran benar-benar berpusat pada siswa sehingga dapat menemukan jawaban sendiri (inquiri) terhadap permasalahan yang didiskusikan, guru hanya sebatas menjadi fasilisator yang membantu siswa dalam menentukan potensi dirinya.

Group investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.

2.5.2      Pembelajaran Kooperatif Tipe GI
Dalam GI  (Group Investigasi) siswa dipasangkan/disusun dalam kelompok secara merata/heterogen yang memiliki kemampuan tinggi dan rendah dalam suatu kelompok sebanyak 4-5 orang pemilihan anggota, boleh juga berdasarkan keakraban anggota kelompok. Menurut Nur Asma (2006:63-69) dalam GI, siswa mengalami kemajuan hingga 6 tahap yaitu :
Tahap 1 Mengidentifikasikan topik dan mengorganisasikan ke dalam masing-masing kelompok kerja.
·        Siswa membaca cepat berbagai sumber, mengajukan topik dan mengatagorikan saran-saran.
·        Siswa bergabung dalam kelompok yang sedang mempelajari topik mereka pilih.
·        Kompetensi kelompok didasarkan pada minat dan bersifat heterogen.
·        Guru membantu dalam mengumpulkan informasi dari memfasilitasi organisasi.

Tahap 2 Merencanakan investigasi dalam kelompok.
·        Siswa membuat perencanaan bersama : apa yang akan kita kaji? Bagaimana kita mengkaji?( pembagian kerja)
·           Guru membrikan LKS untuk dikerjakan dalam kelompok
Tahap 3 Melaksanakan investigasi dalam kelompok
·         Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan mencari kesimpulan
·        Masing-masing anggota kelompok berkontrabusi terhadap usaha kelompok
·        Siswa saling menukarkan, mendiskusikan, menjelaskan, dan memberikan gagasan

Tahap 4 Mempersiapkan laporan akhir
·        Para anggota kelompok menentukan hal-hal yang penting dari pesan pembelajaran yang sangat penting
·        Para anggota kelompok merencanakan apa yang akan merekan laporkan dan bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka
·        Para wakil kelompok membentuk steering commite untuk mengordinasikan rencana-rencana untuk presentasi
Tahap 5 menyajikan laporan akhir
·           Presentasi dilakukan terhadap seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk
·           Bagian presentasi harus melibatkan khalayak (audience) secara aktif
·           Khalayak mengevaluasi kejelasan dan daya tarik presentasi menurut kriteria-kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh kelas

Tahap 6 Evaluasi
·        Siswa saling tukar umpan balik tentang topik, pekerjaan yang mereka kerjakan, dan tentang pengalaman-pengalaman afektif mereka
·        Guru dan anak berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa
·        Asesmen terhadap pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran tingkat yang lebih tinggi

Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut, (Slavin,1995) dalam Siti maesaroh (2005:29-30) :
Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Koopratif dengan Metode Group Investigation,
Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa kedalam kelompok
Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk member kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.

Tahap II
Merencanakan tugas
Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota, kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.

Tahap III
Membuat penyelidikan
Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.

Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir

Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir
Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.

Tahap VI
Evaluasi
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.


2.6   Materi Luas Bangun Datar
Bangun datar merupakan bangunan dua dimensi yang tidak memiliki ruang hanya sebuah bidang datar saja.
Luas bangun datar adalah luas daerah yang membatasi bidang datar tersebut. Macam-macam bangun datar yaitu persegi, persegi panjang, segitiga, jajar genjang, segi lima, layang-layang, belah ketupat, trapesium, dan lingkaran. Yang menjadi topik pelajaran siswa sekolah dasar sesuai yang tercakup dalam silabus matematika kelas V adalah mengenai trapesium dan layang-layang.
a.   Trapesium
Trapesium adalah suatu bangun datar yang mempunyai dua sisi yang sejajar dan dua sisi yang tidak sejajar.

Trapesium yang rusuk ketiganya tegak lurus terhadap rusuk-rusuk sejajar disebut trapesium siku-siku. Terbentuknya trapesium
 






Pada model di atas, trapesium dibentuk dari dua gari sejajar yang dipotong oleh dua garis yang tidak sejajar.
Menurut Soenarjo (2008:70) trapesium merupakan bangun datar yang dibentuk oleh empat buah rusuk yang dua sisinya sejajar dan dua sisi lainnya tidak sejajar, adapun bentuk-bentuk trapesium tersebut adalah :
 







(a)                                  (b)                                        (c)
a.   Model (a) adalah trapesium samakaki ABDE, dibentuk dari sebuah segitiga samakaki ABC yang dipotong oleh sebuah garis yang sejajar dengan sisi AB.
b.   Model (b) adalah trapesium siku-siku KLNO, dibentuk dari sebuah segitiga siku-siku KLM yang dipotong oleh sebuah garis yang sejajar dengan sisi KL.
c.   Model (c) adalah trapesium sembarang PQRT, dibentuk darisebuah segitiga sembarang PQS yang dipotong oleh sebuah garis yang sejajar dengan sisi PQ.
Dari penjelasan di atas maka dapat ditentukan cara menentukan rumus luas trapesium, yaitu :


                                                                                                      
(a)                               (b)                                          (c)

Gambar  (a) dan (b) adalah model daerah trapesium yang kongruen, sehingga kedua bangun tersebut mempunyai luas daerah yang sama.
Model (a), daerah trapesium ini panjang sisi mendatar bawah = a, dan panjang sisi mendatar atas = b, serta tingginya = t, sehingga pada bangun pada model (b), panjang sisi mendatar bawah = a, panjang sisi mendatar atas = b, serta tinggi = t.  Sehingga bangun pada Model (b) dipotong menurut garis yang dibuat melalui pertengahan tinggi dan sejajar alas. Maka panjang ( tinggi yang dipotong).Dengan mengubah bangun model (b) seperti pada model (c), maka bangun yang terjadi adalah daerah persegi panjang dengan panjang = p dan lebarnya = t
Sehingga :
L d t = Luas daerah persegipanjang
L d t = panjang x lebar
L d t = (a+b) x t
L d t = t  x (a + b)
(keterangan : L dt : luas daerah trapesium)
Jadi, jika trapesium dengan panjang sisi-sisisejajarnya berturut turut adalah a dan b, tingginya t, dan luas daerahnya L ,maka L = x (a + b).
Jadi Luas daerah trapesium  =  x jumlah sisi yang sejajar x tinggi
menurut Sunaryo (2008:89) luas trapesium dapat dirumuskan sebagai berikut :
                                                              
                                                  

Luastrapesium =
                   =
contoh :
                                                            hitunglah luas bangun disamping !


jawab :
Luas =
                     =
           =
           =   
           =  144 cm2

b.   Layang-layang
Layang-layang adalah bangun datar yang memiliki dua pasang sisi yang berdekatan sama panjang dan kedua diagonalnya berpotongan tegak lurus.
Menurut Mulyana (2005:59) Layang-layang dengan keempat rusuk yang sama panjang disebut belah ketupat.
 





                                               



Gambar 1
Gambar (a) dan (b) adalah dua model segitiga samakaki, yaitu ΔABD dan ΔCDB yang mempunyai alas yang sama panjang. Gabungkan segitiga samakaki (adan b) dengan menghimpitkan alasnya, maka terbentuk segiempat ABCD seperti gambar (c). segiempat tersebut disebut layang-layang.
Jadi layang-layang di bentuk dari gabungan dua segitiga samakaki yang alasnya sama panjang dan berimpit.
Luas layang-layang merupakan perkalian ukuran diagonal-diagonalnya

 


                                 



                                                           
Gambar 2
Gambar 2 (a) dan (b) adalah model daerah layang-layang yang kongruen, sehingga kedua bangun tersebut mempunyai luas daerah yang sama. Pada Model (a), layang-layang tersebut mempunyai panjang diagonal mendatar = p, dan diagonal tegak = q, sehingga bangun pada model (b), panjang diagonal mendatar = p, dan diagonal tegak = q. Model (b) dipotong menurut diagonal datar dan dari diagonal tegak. Model (b) diubah seperti model (c) sehingga model bangun yang terjadi adalah daerah persegi panjang, dengan panjangnya = p, dan lebarnya  q.
sehingga Ld.ll = Luas daerah persegipanjang.
                            L d.ll = panjang x lebar
    L d.ll = p x  q
    L d.ll =  x p x q
(keterangan L d.ll : luas daerah layang-layang)
Jadi, jika layang-layang dengan panjang diagonalnya berturut-turut p dan q, dan luas daerahnya L, maka L =  x p x q.
Dari kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa,
Luas daerah layang-layang =  x panjang diagonal x panjang diagonal lainnya.
Menurut Sunaryo (2008 :95) layang-layang dapat dirumuskan menjadi :
 


                                                Luaslayang-layang  = 
                                                                          = 


Contoh :
Sebuah layang-layang memiki panjang diagonal 19 cm dan 8 cm. Berapakah luas layang-layang tersebut ?
Jawab :
Dik : d1 = 19 cm
                    d2 =  8 cm
    Luas = 
                         =
                         = 76 cm2
           
















No comments:

Post a Comment