BAB
II
LANDASAN
TEORITIS
2.1
Pengertian
belajar
Belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memahami kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan
tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar dapat terjadi
karena dua faktor yaitu stimulus dan respon (aksi dan reaksi) serta belajar
sangat ditentukan oleh motivasi belajar pada diri seseorang, karena tanpa
adanya motivasi, tujuan belajar yang ingin dicapai tidak akan berhasil.
Secara
lebih jelas mengenai pengertian belajar akan diuraikan berdasarkan pendapat
para ahli yang membahas tentang pengertian belajar tersebut. Slameto (2003:2)
menyatakan: “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Dengan
demikian jelas bahwa belajar itu merupakan suatu aktifitas yang diilakukan
dengan sengaja untuk mencari perubahan yang pada hakikatnya belum tumbuh sedara
sempurna dan memerlukan peningkatan terus-menerus dan berencana.
Sementara itu Dalyono (1997:49) mendefinisikan: “belajar
adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan tingkah
laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sebagainya”. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha,
perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh secara sistemmatis,
mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik, mental, serta dana,
panca indra, otak dan anggota tubuh lainnya. Demikian pula aspek-aspek kejiwaan
seperti intelijensi, bakat, motivasi, minat dan sebagainya.
Berdasarkan defenisi yang dikemukakan diatas, dapat
disimpulkan beberapa hal tentang belajar, yaitu belajar pada seseorang pada
dasarnya dimaksudkan sebagai usaha untuk menguasai ilmu pengetahuan. Salah satu
hasil dari kegiatan belajar dapat dilihat pada perubahan tingkah laku seseorang
seperti keterampilan, kebiasaan, sikap, kepandaian, pengetahuan maupun
pengertian. Perubahan tingkah laku ini dapat mengarah kepada tingkah laku yang
baik, tetapi ada juga kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang tidak baik.
2.2
Tujuan
Pendidikan Matematika di SD
Pendidikan
dan pengajaran matematika merupakan dua kata yang saling berkaitan satu sama
lain. Pendidikan merupakan proses pembentukan manusia yang memungkinkan tumbuh
dari berkembangnya potensi dan kemauannya. Dengan adanya pendidikan kepribadian
manusia dapat dibina, dikembangkan nilai-nilai kebudayaan serta dapat membawa
masyarakat menjadi maju dan hidup sejahtera. Sedangkan pengajaran merupakan
aspek yang sangat penting dalam proses pendidikan. Pengajaran berperan sebagai
salah satu desain untuk mencapai tujuan pendidikan yang selalu berubah. Oleh
karena itu perlu bimbingan yang terus menerus baik mengenai dasar, kerangka,
maupun hal-hal praktis yang menunjang suatu pengajaran.
Tujuan dan dasar
pengajaran harus sejajar dan sejalan dengan dasar pendidikan. Dasar pendidikan
merupakan landasan atau tempat berpijak, maka dasar pendidikan harus mencapai
tujuan yang jelas. Imanuddin Ismail (1980:40) menyatakan bahwa : “Belajar akan
berjalan dengan baik bila disertai dengan tujuan, tanpa adanya tujuan yang
jelas belajar tidak akan berhasil dengan baik”.
Matematika merupakan
salah satu bidang studi yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan terutama
di Sekolah Dasar (SD). Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah
untuk mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menggunakan rumus
matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam GBPP 1994 mata pelajaran matematika SD disebutkan
bahwa tujuan yang hendak dicapai dari pembelajaran matematika sekolah adalah:
1.
Menumbuhkan dan mengembangkan
keterampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Menumbuhkan kemampuan siswa, yang
dapat dialihgunakan, melalui kegiatan matematika.
3.
Mengembangkan pengetahuan dasar
matematika sebagai bekal lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
4.
Membentuk sikap logis, kritis,
cermat, kreatif dan disiplin. (Depdikbud, 1993:40)
Sedangkan
tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP pada SD/MI adalah
sebagai berikut:
1.
Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.
Menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.
Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.
Mengkomunkasikan gagasan dengan
simbol, table, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.
Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan
minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah (Depdiknas, 2006 : 417).
Tentunya
kita menyadari bahwa tujuan pendidikan yang paling utama adalah membantu anak
didik untuk meningkatkan dan mewujudkan kemampuan khas yang di bawa dari lahir
oleh setiap anak dan diakumulasikan dari pengalaman mereka sehari-hari.
Pendidikan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup, kualitas
iman, kualitas berpikir dan kualitas berkarya.
2.3
Prestasi Belajar dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhinya
2.3.1
Prestasi Blajar
A. Tabrani Rusyan, (2007: 68) mengemukakan
bahwa : prestasi merupakan suatu bukti keberhasilan usaha yang dicapai
seseorang setelah melakukan suatu kegiatan. Demikian pula prestasi yang dicapai
oleh kita, merupakan keberhasilan setelah melaksanakan proses belajar sehingga
memiliki berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang mendukung.
Dalam melaksanakan proses belajar kebanyakan kita hanya memikirkan masa sekarang
dan tidak memikirkan masa depan, akan tetapi mereka tidak dibiarkan begitu
saja.
Muhammad
Ali (1993:4) menyebutkan, “Prestasi belajar merupakan hasil optimal yang diperoleh seseorang dari suatu bentuk
perubahan dalam diri seseorang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku
berkat pengalaman dan latihan”. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
prestasi belajar merupakan bukti nyata sebagai hasil usaha yang telah
dikerjakan seseorang dalam bidang tertentu dan dapat diketahui melalui
evaluasi.
Dengan demikian Prestasi
belajar merupakan suatu keberhasilan dari usaha yang dicapai seorang siswa
setelah melakukan kegiatan belajar, sehingga ia memiliki berbagai ilmu
pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang mendukung.
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar
Untuk
memahami tentang prestasi belajar, perlu didalami faktor-faktor yang
mempengaruhinya, Mulyasa. (2005: 189-196) mengemukakan beberapa faktor yaitu:
1.
Faktor
Internal
Faktor
internal adalah faktor yang timbul dari dalam individu itu sendiri, adapun yang
dapat digolongkan ke dalam faktor internal adalah :
a. Kecerdasan atau Intelegensi
Kecerdasan
adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan
yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya
intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat
perkembangan sebaya. Slameto (1995:56) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi
yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat intelegensi
yang rendah”.
b. Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang
telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Menurut Ahmadi dan
Supriono (2003:82), “Bakat adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak
lahir”. Selanjutnya Slamento (1995:59) mengatakan bahwa : “Jika bahan pelajaran
yang dipelajari sesuai dengan bakatnya maka hasil belajarnya lebih baik karena
ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya
itu”.
Dari pendapat
di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat
ditentukan oleh bakat yang dimilikinya.
c. Minat
Minat
adalah kecendrungan yang tetap untuk memperlihatkan beberapa kegiatan. Menurut
Syah (2005:136) mengemukakan bahwa: “Secara sederhana minat (interest) berati
kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu”.
Berdasarkan
pendapat diatas jelaslah bahwa seorang siswa yang memiliki kecendrungan atau
keinginan yang besar terhadap suatu pelajaran akan lebih mudah dalam mencapai
prestasi belajar dan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari
dan disimpan.
d. Motivasi
Motivasi
dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut
merupakan keadaan yang mendorong
siswa untuk belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana
cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Ahmadi dan Prasetya (2005:109)
mengemukakan :”Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu”. Jika kondisi psikologi seorang siswa lemah maka
motivasi siswa tersebut akan menurun dan mengakibatkan rendahnya prestasi
belajar siswa tersebut.
2.
Faktor
Eksternal
Faktor
eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang
sifatnya diluar diri siswa, adapun yang digolongkan kedalam faktor eksternal
adalah :
a. Keadaan keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan
dibesarkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Purwanto (1985:67) yaitu:
“Berhasil baik atau tidaknya pendidikan disekolah bergantung pada diri sendiri
dan dipengaruhi oleh pendidikan didalam keluarga”.
Oleh
karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan mulai dari keluarga.
Sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan, yang memerlukan kerjasama yang baik antara orang
tua dan guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan hasil belajar anak.
b. Keadaan sekolah
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat menentukan keberhasilan
belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk
belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran,
hubungan guru dengan siswa yang kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil
belajarnya, Sardiman (1992:144) mengemukakan bahwa : Hubungan guru dengan
siswa/anak didik dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat
menentukan.
c. Lingkungan masyarakat
Disamping
orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya
terhadap hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Dalam hal
ini Sukmadinata (2005:165) mengemukakan
bahwa :
Lingkungan
masyarakat dimana warganya memiliki latar belakang yang cukup, terdapat
lembaga-lembaga pendidikan dan sumber-sumber belajar didalamnya akan memberikan
pengaruh yang positif terhadap semangat dan perkembangan belajar generasi muda
lainnya”.
Dengan
demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam
pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan
lingkungannya.
2.4
Model Pembelajaran Kooperatif (Kooperatif Learning)
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasikan
kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam proses pembelajaran
adalah model pembelajaran kooperatif (kooperatif
learning). Ide penting dalam pembelajaran kooperatif adalah membelajarkan
kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat
penting bagi siswa, karena pada dunia kerja sebagian besar dilakukan secara
kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yaitu
siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan
tingkat kemampuan yang berbeda. Jadi dalam setiap kelompok terdapat peserta
didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Dalam menyelelesaikan
tugas, anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan
pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman belum menguasai bahan
pembelajaran.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran
akan mengaktifkan siswa serta menumbuhkan minat siswa terhadap pelajaran itu
sendiri. Ini juga merupakan salah satu trik supaya siswa termotivasi untuk
belajar. Guru hanya sebagai fasilitator untuk membentuk dan mengembangkan
pengetahuan itu sendiri, bukan untuk memindahkan pengetahuan. Melalui
pembelajaran kooperatif siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir
dan motivasi dalam belajar matematika.
Kooperatif learning merupakan strategi pembelajaran yang
menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang
berbeda kedalam kelompok-kelompok kecil (Saptono, 2003:32). Kepada siswa
diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik
dalam kelompoknya, seperti menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai
pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang
lebih lemah, dan sebagainya.
2.4.1 Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki
beberapa kelebihan antara lain :
a. Siswa bekerja sama dalam mencapai
tujuan dengan menjungjung tinggi norma-norma kelompok.
b. Siswa aktif membantu dan mendorong
semangat untuk sama-sama berhasil.
c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya
untuk lebih meningkatkan keberhasilah kelompok.
d. Interaksi antar siswa juga membantu
meningkatkan perkembangan kognitif yang non-kognitif.
2.4.2 Kekurangan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Jusuf Djajadisastra (2006 :
23) metode kooperatif memiliki bagian atau kelemahannya, yaitu :
a. Sulit sekali membantu kelompok yang
kemudian dapat bekerja sama secara harmonis.
b. Dapat terbina rasa fanatik terhadap
kelompoknya.
c. Penilaian terhadap murid sebagai
individu menjadi sulit karena tersembunyi dibelakang kelompok.
2.5
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
GI
2.5.1
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Tipe GI
Model
pembelajaran Group Investigation (penyelidikan kelompok) ini berasal dari
tulisan-tulisan filsafat, etika dan psikologi sejak tahun-tahun pertama abad
ini, orang pertama yang merintis menggunakan model ini adalah John Dewey. Dewey
memandang bahwa kerja sama dalam kelas sebagai prasyarat untuk mengatasi
berbagai persoalan kehidupan yang kompleks dalam demokrasi. Kelas merupakan
bentuk kerja sama dimana guru dan murid membangun proses pembelajaran dengan
perencanaan yang baik berdasarkan berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan
mereka masing-masing. Pembelajaran adalah partisifan aktif dalam segala aspek
kehidupan sekolah dengan membuat keputusan-keputusan yang menentukan tujuan
kemana mereka bekerja. Kelompok menyediakan sarana sosial bagi proses ini.
Perencanaan kelompok merupakan salah satu model untuk menjamin keterlibatan
siswa secara maksimal.
Menurut
Sawali (2008), mengatakan bahwa group investigasi matematika mempunyai beberapa
banyak keunggulan, yaitu :
Ø Cukup efektif untuk menumbuh
kembangkan kedisplinan, minat, kerja sama, keaktifan dan tanggung jawab siswa
karna metode diskusi kelompok GI menekankan kemampuan siswa secara individual
meskipun dilaksanakan secara kelompok ketika menyampaikan diskusi.
Ø Cukup efektif untuk mengembangkan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal .
Ø Cukup efektif untuk menumbuhkan
budaya kompetitif dikalangan siswa karena
secara kejiwaan siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk tampil
sebaik-baiknya secara individu dan memiliki kedekatan emosional untuk menjaga
solidaritas kelompok ketika menyampaikan hasil diskusi.
Ø Kegiatan pembelajaran benar-benar
berpusat pada siswa sehingga dapat menemukan jawaban sendiri (inquiri) terhadap
permasalahan yang didiskusikan, guru hanya sebatas menjadi fasilisator yang
membantu siswa dalam menentukan potensi dirinya.
Group
investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi
(informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia,
misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.
2.5.2
Pembelajaran Kooperatif Tipe GI
Dalam GI (Group Investigasi) siswa dipasangkan/disusun
dalam kelompok secara merata/heterogen yang memiliki kemampuan tinggi dan
rendah dalam suatu kelompok sebanyak 4-5 orang pemilihan anggota, boleh juga
berdasarkan keakraban anggota kelompok. Menurut Nur Asma (2006:63-69) dalam GI,
siswa mengalami kemajuan hingga 6 tahap yaitu :
Tahap 1 Mengidentifikasikan topik
dan mengorganisasikan ke dalam masing-masing kelompok kerja.
·
Siswa
membaca cepat berbagai sumber, mengajukan topik dan mengatagorikan saran-saran.
·
Siswa
bergabung dalam kelompok yang sedang mempelajari topik mereka pilih.
·
Kompetensi
kelompok didasarkan pada minat dan bersifat heterogen.
·
Guru
membantu dalam mengumpulkan informasi dari memfasilitasi organisasi.
Tahap 2
Merencanakan investigasi dalam kelompok.
·
Siswa
membuat perencanaan bersama : apa yang akan kita kaji? Bagaimana kita
mengkaji?( pembagian kerja)
·
Guru
membrikan LKS untuk dikerjakan dalam kelompok
Tahap
3 Melaksanakan investigasi dalam kelompok
·
Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis
data, dan mencari kesimpulan
·
Masing-masing
anggota kelompok berkontrabusi terhadap usaha kelompok
·
Siswa
saling menukarkan, mendiskusikan, menjelaskan, dan memberikan gagasan
Tahap
4 Mempersiapkan laporan akhir
·
Para
anggota kelompok menentukan hal-hal yang penting dari pesan pembelajaran yang
sangat penting
·
Para
anggota kelompok merencanakan apa yang akan merekan laporkan dan bagaimana
mereka akan membuat presentasi mereka
·
Para
wakil kelompok membentuk steering commite untuk mengordinasikan rencana-rencana
untuk presentasi
Tahap
5 menyajikan laporan akhir
·
Presentasi
dilakukan terhadap seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk
·
Bagian
presentasi harus melibatkan khalayak (audience) secara aktif
·
Khalayak
mengevaluasi kejelasan dan daya tarik presentasi menurut kriteria-kriteria yang
telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh kelas
Tahap 6 Evaluasi
·
Siswa
saling tukar umpan balik tentang topik, pekerjaan yang mereka kerjakan, dan
tentang pengalaman-pengalaman afektif mereka
·
Guru
dan anak berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa
·
Asesmen
terhadap pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran tingkat yang lebih tinggi
Tahapan-tahapan kemajuan siswa di
dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group
Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut,
(Slavin,1995) dalam Siti maesaroh (2005:29-30) :
Enam
Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Koopratif dengan Metode Group
Investigation,
Tahap I
Mengidentifikasi
topik dan membagi siswa kedalam kelompok
|
Guru
memberikan kesempatan bagi siswa untuk member kontribusi apa yang akan mereka
selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
|
Tahap II
Merencanakan
tugas
|
Kelompok
akan membagi sub topik kepada seluruh anggota, kemudian membuat perencanaan
dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan
dipakai.
|
Tahap III
Membuat
penyelidikan
|
Siswa
mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan
mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi
masalah kelompok.
|
Tahap IV
Mempersiapkan
tugas akhir
|
Setiap
kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
|
Tahap V
Mempresentasikan
tugas akhir
|
Siswa
mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
|
Tahap VI
Evaluasi
|
Soal
ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.
|
2.6
Materi Luas Bangun Datar
Bangun datar merupakan bangunan
dua dimensi yang tidak memiliki ruang hanya sebuah bidang datar saja.
Luas bangun datar
adalah luas daerah yang membatasi bidang datar tersebut. Macam-macam bangun
datar yaitu persegi, persegi panjang, segitiga, jajar genjang, segi lima, layang-layang,
belah ketupat, trapesium, dan lingkaran. Yang menjadi topik pelajaran siswa
sekolah dasar sesuai yang tercakup dalam silabus matematika kelas V adalah
mengenai trapesium dan layang-layang.
a.
Trapesium
Trapesium
adalah suatu bangun datar yang mempunyai dua sisi yang sejajar dan dua sisi
yang tidak sejajar.
Trapesium
yang rusuk ketiganya tegak lurus terhadap rusuk-rusuk sejajar disebut trapesium
siku-siku. Terbentuknya trapesium
Pada
model di atas, trapesium dibentuk dari dua gari sejajar yang dipotong oleh dua
garis yang tidak sejajar.
Menurut
Soenarjo (2008:70) trapesium merupakan bangun datar yang dibentuk oleh empat
buah rusuk yang dua sisinya sejajar dan dua sisi lainnya tidak sejajar, adapun
bentuk-bentuk trapesium tersebut adalah :
(a) (b) (c)
a. Model (a) adalah trapesium samakaki ABDE,
dibentuk dari sebuah segitiga samakaki ABC yang dipotong oleh sebuah garis yang
sejajar dengan sisi AB.
b. Model (b) adalah trapesium siku-siku KLNO,
dibentuk dari sebuah segitiga siku-siku KLM yang dipotong oleh sebuah garis
yang sejajar dengan sisi KL.
c. Model (c) adalah trapesium sembarang PQRT,
dibentuk darisebuah segitiga sembarang PQS yang dipotong oleh sebuah garis yang
sejajar dengan sisi PQ.
Dari penjelasan di atas maka dapat ditentukan cara menentukan
rumus luas trapesium, yaitu :
(a) (b) (c)
Gambar (a)
dan (b) adalah model daerah trapesium yang kongruen, sehingga kedua bangun
tersebut mempunyai luas daerah yang sama.
Model (a), daerah trapesium ini panjang sisi
mendatar bawah = a, dan panjang sisi mendatar atas = b, serta tingginya = t,
sehingga pada bangun pada model (b), panjang sisi mendatar bawah = a, panjang
sisi mendatar atas = b, serta tinggi = t.
Sehingga bangun pada Model (b) dipotong menurut garis yang dibuat
melalui pertengahan tinggi dan sejajar alas. Maka panjang ( tinggi yang dipotong).Dengan mengubah bangun model (b)
seperti pada model (c), maka bangun yang terjadi adalah daerah persegi panjang dengan
panjang = p dan lebarnya = t
Sehingga
:
L
d t = Luas daerah persegipanjang
L
d t = panjang x lebar
L
d t = (a+b) x t
L
d t = t x (a +
b)
(keterangan : L dt : luas daerah
trapesium)
Jadi, jika trapesium
dengan panjang sisi-sisisejajarnya berturut turut adalah a dan b, tingginya t, dan luas
daerahnya L ,maka L = x (a + b).
Jadi Luas daerah
trapesium = x jumlah sisi
yang sejajar x tinggi
menurut Sunaryo
(2008:89) luas trapesium dapat dirumuskan sebagai berikut :
Luastrapesium
=
=
contoh :
hitunglah
luas bangun disamping !
jawab :
Luas
=
=
=
=
= 144 cm2
b.
Layang-layang
Layang-layang
adalah bangun datar yang memiliki
dua pasang sisi yang berdekatan sama panjang dan kedua diagonalnya berpotongan
tegak lurus.
Menurut
Mulyana (2005:59) Layang-layang dengan keempat rusuk yang sama panjang disebut
belah ketupat.
Gambar 1
Gambar (a) dan (b) adalah dua model segitiga
samakaki, yaitu ΔABD dan ΔCDB yang mempunyai alas
yang sama panjang. Gabungkan segitiga samakaki (adan b) dengan menghimpitkan
alasnya, maka terbentuk segiempat ABCD seperti gambar (c). segiempat tersebut
disebut layang-layang.
Jadi layang-layang di bentuk dari gabungan dua
segitiga samakaki yang alasnya sama panjang dan berimpit.
Luas layang-layang merupakan
perkalian ukuran diagonal-diagonalnya
Gambar 2
Gambar 2
(a) dan (b) adalah model daerah layang-layang yang kongruen, sehingga kedua
bangun tersebut mempunyai luas daerah yang sama. Pada Model (a), layang-layang tersebut
mempunyai panjang diagonal mendatar = p, dan diagonal tegak = q, sehingga bangun
pada model (b), panjang diagonal mendatar = p, dan diagonal tegak = q. Model
(b) dipotong menurut diagonal datar dan dari diagonal tegak. Model (b) diubah
seperti model (c) sehingga model bangun yang terjadi adalah daerah persegi panjang,
dengan panjangnya = p, dan lebarnya q.
sehingga Ld.ll = Luas daerah
persegipanjang.
L d.ll = panjang x lebar
L d.ll = p x q
L d.ll = x p x q
(keterangan L d.ll
: luas daerah layang-layang)
Jadi, jika
layang-layang dengan panjang diagonalnya berturut-turut p dan q, dan luas
daerahnya L, maka L = x p x q.
Dari kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa,
Luas
daerah layang-layang = x panjang diagonal x
panjang diagonal lainnya.
Menurut Sunaryo (2008 :95) layang-layang dapat dirumuskan
menjadi :
Luaslayang-layang
=
=
Contoh :
Sebuah
layang-layang memiki panjang diagonal 19 cm dan 8 cm. Berapakah luas
layang-layang tersebut ?
Jawab :
Dik : d1 = 19 cm
d2 = 8 cm
Luas =
=
= 76 cm2
No comments:
Post a Comment