Saturday 7 November 2015

BAB II -- Penerapan Metode Mengajar Non-Directive Pada pembelajaran Fisika di SMP Negeri 5 Kelas V11 Banda Aceh

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  Pengertian Mengajar
           Mengajar merupakan kegiatan yang sangat kompleks, merupakan intraksi yang sangat halus dan bervariasi antara guru, siswa, bahan pelajaran, kelas dan lingkungan. Tentang ini, Wina sanjaya (2006:96):’’ Mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru ke siswa.’’
            Proses penyampaian  itu sering juga dianggap sebagai  proses mentransfer ilmu.Mentranfers tidak diartikan dengan memindahkan, akan tetapi menyebarluaskan, Sebagai proses menyampaikan pengetahuan, akan lebih tepat jika diartikan dengan menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang dikemukakkan oleh Smith (1987 ) bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau ketrampilan (teaching is imparting knowledge or skill).
           Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar menyampaikan materi pembelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar sering diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa  dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. 


   
2.2  Metode Mengajar
2.2.1  Pengertian Metode Mengajar
           Metode mengajar merupakan salah satu komponen dari suatu kegiatan
Belajar mengajar dan memegang peranan yang sangat esensial, maka bila seseorang hendak melakukan suatu pengajaran terlebih harus mengerti makna metode. Untuk itu Djamarah (1995 :84) menyatakan bahwa : ”Metode mengajar adalah salah satu langkah untuk memilih strategi dalam menguasai teknik-teknik penyajian dalam belajar.”
         Menurut Surachmad (1982:96) metode mengajar adalah,”Cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.” Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa metode itu adalah semua usaha yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan suatu pelajaran kepada siswa. Pada bagian lain Hamalik (1993:101), menyatakan bahwa untuk mengklasifikasikan metode-metode mengajar perlu diperhatikan:
1.      Komposisi kelompok siswa
2.      Karateristik kelompok
3.      Cara anggota kelompok melakukan interaksi
4.      Sifat sumber material yang bersedia
5.      Cara menggunakan sumber
6.      Faktor waktu


Metode pengajaran yang diterapkan dalam suatu pengajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan yang diharapkan. Kedudukan metode mengajar memegang peranan penting dalam setiap pembelajaran. Metode sangat mendukung pembelajaran yang dilakukan.
Menurut Mulyasa (2006:107), ”Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.”
Metode mengajar yang digunakan guru dalam setiap kali pertemuan harus disesuaikan dengan perumusan tujuan instruksional khusus. Menurut Rahmah dkk (2006:100) sebagai berikut :
1.  Metode mengajar yang digunakan harus dapat membangkitkan motif, minat atau gairah belajar anak didik.
2.  Metode yang dipergunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian anak didik.
3.  Metode mengajar yang digunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi anak didik untuk mewujudkan hasil karya.
4.  Metode mengajar yang digunakan harus dapat merangsang keinginan anak didik untuk belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi (pembaharuan).
5.  Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat mendidik anak didik dalam teknik belajar dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.
6.  Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalitas dan menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan.
7.  Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.2 Beberapa Metode Mengajar dalam pembelajaran Fisika
            Untuk mencapai tujuan diperlukan cara, dengan demikian tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara efektif dan efesien. Cara untuk mencapai sesuatu itu dikenal dengan nama metode. Metode dalam bidang pendidikan dan pengajaran fisika bukanlah merupakan hal baru, karena setiap proses pengajaran yang dilaksanakan oleh para guru mempunyai tujuan masing-masing.
            Ada beberapa metode pembelajaran yang sering  digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran fisika, yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.Metode-metode mengajar fisika sebenarnya sama saja dengan metode pengajaran bidang studi lainya. Untuk memilih strategi mengajar tidak bisa sembarangan, banyak faktor yang mempengaruhinya dan patut dipertimbangkan.Menurut Djamarah (2000: 184) Faktor- faktor tersebut adalah:
a.       Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya
b.   Anak didik dengan berbagai tingkat kematanganya
c.    Situasi dengan berbagai keadaanya
d.         Fasilitas dengan berbagai kualitas dan kuantitasnya
e.   Pribadi guru serta kemampuan profesinya yang berbeda

          Karena banyaknya mata pelajaran maka tujuan untuk setiap mata pelajaran pun berbeda-beda pula. Hal ini memungkinkan pemilihan metode yang salah akan menghambat pencapaian tujuan pembelajaran. Guru jangan sesuka hati memilih metode pembelajaran, harus berpedoman pada pada tujuan pembelajaran.
           Adapun metode-metode tersebut antara lain:
  1. Metode ceramah
  2. Metode diskusi
  3. Metode tanya jawab
  4. Metode proyek
  5. Metode Eksprimen
  6. Metode  Resitasi(tugas)
  7. Metode sosiodrama
  8. Metode Demonstrasi
  9. Metode Problem solving
  10. Metode Karya Wisata
  11. Metode Latihan
  12. Metode Directive/direction
  13. Metode Non- Directive



2.3  Metode Mengajar Non-Directive
2.3.1  Pengertian Metode Mengajar Non-Directive  
Metode mengajar non direktive merupakan salah satu metode mengajar dimana siswa melakukan observasi mereka sendiri, mampu melakukan analisis mereka sendiri dan mampu berfikir sendiri.
Dalam pelaksanaan disekolah banyak diketahui metode-metode atau teknik-teknik mengajar. Salah satu metode yang digunakan adalah metode Non-Directive. Metode ini dikembangkan untuk membuat pendidikan menjadi suatu proses yang aktif bukan pasif.
          Roestiyah (2001:156) menyatakan bahwa:
”cara mengajar non-directive merupakan cara mengajar yang dilakukan agar para siswa mampu melakukan observasi mereka sendiri, mampu mengadakan analiisis mereka sendiri, dan mampu berpikir sendiri, juga untuk meransang para siswa agar berani dan mampu menyatakan dirinya sendiri dengan aktif, bukan hanya menjadi pendengar yang pasif terhadap segala sesuatu yang dikatakan oleh guru.
          Menurut Hana (2005 :194), Mengatakan bahwa para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri.Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana yang permisif dan kondusif.Guru hendaknya menghargai potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator.”
             Menurut Abin Syamsudin(2003:296),
yang dimaksud dengan non-directive adalah, “Suatu pendekatan layanan bimbingan yang bersifat Client-centered.Yang menunjukkan bahwa pihak terbimbing(anak)diberikan peranan utama dalam bidang interaksi layanan bimbingan.pembimbing hanya bertugas menciptakan situasi yang memungkinkan pihak terbimbing untuk mencoba mencari dan menemukan inti permasalahan yang dialaminya dan alternatif terbaik baginya untuk mengatasi masalahnya.Dengan berbagai pertanyaan dari pihak pembimbing maka anak akan menjadi teransang dan bersemangat(encouranged) kembali dan terus berusaha hingga ia mencapai pemecahan yang diharapkan.”
        

           Berdasarkan kutipan diatas metode non-directive merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang menggunakan cara belajar siswa aktif, berorientasi pada proses mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dengan demikian siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan yang digalinya, aktif berpikir dan menyusun pengertian yang baik.
Sehubungan dengan itu guru hanya mengarahkan siswa untuk peka pada masalah dan mempunyai ketrampilan untuk mampu menyelesaikanya, siswa tidak hanya mengetahui apa yang dituntut oleh tujuan intruksional, tetapi ia yakin terhadap apa yang diketahuinya. Dengan kata lain siswa mempunyai kepercayaan atas diri sendiri dan mampu menguraikan suatu bahan (fenomena,atau bahan pelajaran)kedalam unsur-unsurnya kemudian menghubung-hubungkan bagian dengan bagian dengan cara mana ia susun dan diorganisasikan. Kemampuan untuk melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa, atau memberi argumen yang menyokong suatu pernyataan. (Gulo,2002:62).
            Metode pengajaran tidak langsung (non-directive teaching) menekankan pada upaya memfasilitasi belajar. Tujuan utamanya adalah membantu siswa dalam mencapai integrasi pribadi, efektivitas pribadi dan penghargaan terhadap dirinya secara realistis.
2.3.2  Tahap-Tahap Pembelajaran Metode Non- Directive
          Adapun  Prosedur pembelajaran pengajaran tidak langsung terdiri dari lima tahap, yaitu:
  1. 0bservasi pada objek pelajaran
  2. Menganalisa fakta yang dihadapi
  3. Menyimpulkan sendiri hasil pengamatanya
  4. Menjelaskan apa yang ditemukan
  5. Membandingkan dengan fakta yang lain.
         Metode Pengajaran Tidak Langsung (tanpa menggurui) bisa digunakan untuk beberapa situasi masalah, baik masalah pribadi, sosial dan akademik. . Dalam masalah pribadi, siswa menggali perasaannya tentang dirinya. Dalam masalah sosial, ia menggali perasaannya tentang hubungannya dengan orang lain dan menggali bagaimana perasaan tentang dirinya tersebut berpengaruh terhadap orang lain. Dalam masalah akademik, ia menggali perasaannya tentang kompetensi dan minatnya.

2.3.3   Ciri-ciri hubungan non-directive
           Menurut Dewa (2002:69), ciri-ciri hubungan non-directive adalah,
1.  Menempatkan anak pada kedudukan sentral, anak lah yang aktiv untuk
     mengemukakan dan mencari pemecahan masalah.
2. Guru berperan hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan
    anak untuk berkembang sendiri.

2.3.4  Dasar Pandangan non-directive tentang individu
          Bimbingan non-directive sering pula disebut “Clien contered counseling”yang memberikan suatu gambaran bahwa proses bimbingan non-directive yang menjadi pusatnya adalah anak, karena itu dalam proses bimbingan kegiatan sebagian besar diletakkan dipundak anak itu sendiri. Dalam pemecahan masalah, maka anak itu sendiri dodorong oleh guru untuk mencari serta menemukan cara terbaik dalam pemecahan masalahnya.

2.3.5 Karateristik non-directive
         Menurut Dewa (2002:70), mengatakan bahwa “Peran anak yang besar dibandingkan dengan guru  dalam hubungan non-directive adalah karateristik utama dari bimbingan non-directive.”Adapun karateristik utama dari non-directive, masing-masing ditekankan pada:
1.  Tanggung jawab dan kemampuan anak dalam menghadapi kenyataan
          Anak didorong untuk menentukan pilihan dan keputusanya serta tanggung jawab atas pilihan dan keputusan yang telah diambilnya.
2. Pengalaman-pengalaman sekarang
          Guru mendorong anak untuk mengungkapkanya dengan sikap yang empatik, terbuka, asli (tidak berpura-pura) dan permisif. Tidak berorentasi pada pengalaman-pengalaman masa lalu tetapi menitik beratkan pada masa sekarang
3. Tidak bersifat dogmatis
          Non-directive bukanlah suatu bentuk hubungan atau pendekatan yang bersifat kaku, tetapi berisikan pertukaran pengalaman, dimana guru dan anak berpartisipasi dalam berbagai bentuk pengalaman baru.
4.  Menekankan pada persepsi anak
          Mengutamakan dunia fenomenal, guru berusaha memahami keseluruhan pengalaman-pengalaman yang pernah dialami (fenomenal) dari anak dan dari persepsi anak sendiri, apakah itu berupa persepsi anak tentang dirinya sendiri maupun dunia luar.
5.  Tujuan non-directive ada pada diri anak dan tidak ditentukan oleh guru
          Pada non-directive ini menempatkan anak pada kedudukan sentral, sedangkan guru berusaha membantu anak mengungkapkan dan memecahkan masalah oleh dirinya sendiri jadi tujuanya dengan sendirinya ada dan ditentukan oleh anak itu sendiri.

2.3.6 Tujuan non-directive
         Secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui pendekatan non-directive ialah untuk membantu individu/anak agar berkembang secara optimal sehingga ia mampu menjadi manusia yang berguna.
          Secara rinci tujuan dasar dari  pendekatan non-directive ialah:
1.  Membebaskan anak dari berbagai konflik
2.  Menumbuhkan kepercayaan pada diri anak, bahwa ia memiliki kemampuan untuk
     mengambil satu atau serangkaian keputusan yang terbaik bagi dirinya sendiri
    tanpa merugikan orang lain.
3.  Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk belajar mempercayai    orang lain.
4. Memberi kesadaran kepada anak bahwa dirinya merupakan bahwa dirinya  merupakan bagian dari lingkup sosial budaya yang luas, walaupun demikian ia masih memiliki kekhasan/keunikan tersendiri.
5. menumbuhkan suatu keyakinan pada anak bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang (proses of becoming).

2.3.7  Ciri-ciri proses non-directive
         Ciri-ciri dari pendekatan non-directive dapat dirinci sebagai berikut:
1.  Dalam proses non-directive,anak berperan lebih dominan dari pada guru.aktivitas anak tampak lebih menonjol ketimbang guru, disini guru hanya berperan sebagai fasilitator atau sebagai cermin.
2.  Dalam mengambil keputusan ahir, itu ada pada diri anak sendiri, sedangkan guru hanya berusaha untuk mengarahkan agar anak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri.
3.  Dalam prosesnya non-directive menekankan betapa pentingnya hubungan yang bersifat permisif, anak harus dibiarkan dengan leluansa dan dengan caranya sendiri untuk mengungkapkan masalahnya secara bebas, dan pada waktu yang bersamaan guru memisahkan semua informasi yang relavan.
4.  Guru menerima anak sebagaimana adanya, dan menghadapi anak sebagaimana adanya dan tulus secara individu yang memiliki potensi untuk mengambil keputusan dan mengatasi masalahnya sendiri.
5.  Dalam proses non-directive tidak terikat oleh langkah-langkah yang dilakukan oleh guru, tetapi sangat bergantung pada anak, lebih cepat anak dapat mengungkapkan masalahnya maka secepat itu pula guru dapat mengarahkan anak dalam mengambil keputusan sendiri.

2.2.7    Kelebihan Metode Non-Directive
            Suatu metode banyak digunakan oleh guru disekolah adalah karena metode itu sendiri memiliki sifat-sifat atau kelebihan-kelebihan yang dapat menunjang keberhasilan pengajaran tersebut. Demikian juga halnya dengan metode non-directive mempunyai kelebihan-kelebihan sebagaimana dinyatakan oleh Dewa ketut (2002:97) sebagai berikut :
·         Pendekatan ini sangat baik digunakan jika anak memiliki kemampuan untuk merefleksikan diri dan mengungkapkan perasaan-perasaan serta pikiran-pikiranya secara verbal.
·         Pendekatan ini cocok dipergunakan sebab masalah yang dihadapi anak tetap menjadi tanggung jawab anak sendiri walaupun guru memberikan bantuan-bantuan berupa pertanyaan penggali (probling) ajakan tetap menekankan supaya anak memusatkan perhatian pada refleksi diri.
      Berdasarkan kutipan diatas, maka metode non-directive sangat bagus untuk diterapkan, dimana metode ini dapat membangkitkan kegairahan belajar siswa serta dapat membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri. Oleh karena itu diharapkan metode ini lebih dikenal dan dipergunakan dalam berbagai kesempatan proses belajar mengajar yang memungkinkan.
2.3.8    Kelemahan Metode Non- Directive
 Sebagaimana kita yakin, bahwa segala sesuatu yang dikerjakan oleh manusia Tidaklah pernah mencapai kebenaran mutlak sampai seratus persen, demikian pula halnya dengan penggunaan metode non-directive juga mempunyai kelemahan-kelemahan seperti yang dikemukakan Dewa ketut (2002:97) sebagai berikut :
·         Cara pendekatan yang berpusat pada anak ini menyita banyak waktu
·         Kemampuan dan keberanian anak mengungkapkan secara verbal seluruh permasalahanya sangat terbatas.
·         Kesukaran anak dalam memahami dirinya sendiri.
·         Pendekatan ini menuntut sifat dan sikap kedewasaan dari anak. Disebabkan anak harus dapat menerima dan memecahkan masalahnya sendiri.
           Dari kutipan diatas jelaslah pula bahwa metode non-directive mempunyai kelemahan kelemahan seperti yang dikemukakkan diatas, maka usaha gurulah diharapkan untuk memahami dan mengusakan agar kelemahan atau kekurangan-kekurangan itu dapat diperkecil.

2.4   Pembelajaran Fisika di SMP
           Pembelajaran Fisika di SMP/MTs menekankan pada  pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.Sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan, dan menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari.
           Menurut paul ( 2007 : 118 ), ”Pendidikan IPA diarahkan ke inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar, serta diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
           Kurikulum Baru KTSP menuntut bahwa guru IPA SMP/MT adalah guru yang dapat mengajar IPA secara terpadu, bukan terpisah.Mereka harus mampu mengajarkan IPA secara integral, tanpa memisahkan dalam mata pelajaran kimia, biologi, fisika dan bumi antariksa.Kemajuan zaman menuntut pula karakter guru IPA yang berbeda, IPA SMP/MT tidak dipisahkan lagi dalam bidang tersendiri seperti kurikulum sebelumnya yaitu sebagai mata pelajaran fisika dan biologi, akan tetapi guru IPA SMP mendatang perlu menguasai IPA secara terpadu.

 2.4.2 Tujuan
          Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.      Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanya.
2.      Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Mengembangkan rasa ingin tahu, terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4.      Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berfikir
5.      Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara dan
      menjaga lingkungan serta sumber daya alam.
6.      Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturanya
      sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Meningkatkan pengetahuan konsep, ketrampilan IPA sebagai dasar untuk
    melanjutkan pendidikan kejenjang selanjutnya.

2.5     Pengertian penelitian tindakan kelas ( Action Research)
           Penelitian tindakan kelas memiliki beberapa pengertian tindakan dasar, dimana inti dari pengertian-pengertian itu berorientasi pada suatu tindakan untuk memecahkan suatu masalah. Adapun pengertian penelitian tindakan kelas adalah:
1.      Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tentang, untung dan oleh masyarakat atau kelompok dengan sasaran manfaat interaksi, partisipasi, dan kolaborasi antara peneliti dengan kelompok sasaran.
2.      Penelitian tindakan kelas adalah salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang terlibat saling mendukung satu sama lain, dilengkapi dengan fakta-fakta dan mengembangkan kemampuan analisis.
3.      Dalam prakteknya, penelitian tindakan kelas menggabungkan tindakan bermakna dengan prosedur penelitian. Ini adalah suatu upaya memecahkan masalah sekaligus mencari dukungan ilmiahnya. Penelitian tindakan kelas dilakukan antara seorang peneliti yang berkolaborasi dengan guru mata pelajaran yang bersangkutan, mencoba dengan merumuskan suatu tindakan yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaan memahami tingkat keberhasilanya.

2.5.1 Prinsip-Prinsip Penelitian Tindakan Kelas
            Adapun yang menjadi prinsip pelaksanaan penelitian tindakan kelas yaitu antara lain:
1.      Penelitian tindakan kelas tidak boleh menggangu pembelajaran dan tugas-tugas mengajar guru.
2.      Penelitian tindakan kelas tidak boleh menghabiskan banyak waktu,karena itu penelitian tindakan kelas sudah harus dirancang dan dipersiapkan dengan rinci yang matang.
3.      Pelaksanaan penelitian tindakan kelas hendaknya konsisten dengan rancangan yang telah di buat.
4.      Masalah yang dikaji harus merupakan masalah yang benar-benar ada yang dihadapi oleh guru.
5.      Pelaksanaan penelitian tindakan harus selalu mengikuti etika kerja yang berlaku (memperoleh ijin kepala sekolah, membuat laporan lain-lain).
6.      Harus selalu menjadi fokus bahwa penelitian tindakan kelas bertujuan untuk menjadikan adanya perubahan atau peningkatan mutu proses dan hasil belajar, melalui serangkaian untuk kegiatan pembelajaran, oleh karena itu adanya kemauan dan kemampuan untuk merubah menjadi sangat penting.
7.      Penelitian tindakan kelas dimaksudkan juga untuk membelajarkan guru agar meningkatkan dalam kemauan dan kemampuan berpikir kritis dan sistematis.
8.      Penelitian tindakan kelas juga bertujuan untuk membiasakan dan membelajarkan guru untuk menulis, membuat catatan berbagai kegiatan akademik lain.
9.      Penelitian tindakan kelas hendaknya dimulai dari permasalahan yang sederhana, nyata, jelas, dan tajam.
10.  Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam bentuk siklus berulang yang didalamnya terdapat empat tahap utama kegiatan, yaitu : perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.     

2.5.2 Tujuan Penelitian tindakan Kelas (Action Research)
         Tujuan dalam penelitian tindakan kelas adalah:
1.      Penelitian tindakan kelas dilaksanakan demi perbaikan dan peningkatan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, yang pada dasarnya melekat dan pada pelaksanaanya misi profesional pendidikan diemban guru.Tujuan utama penelitian tindakan kelas demi perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam menangani PBM.
2.      Penelitian tindakan kelas adalah untuk mengembangkan kemampuan ketrampilan guru untuk menghadapi permasalahan aktual pembelajaran dikelas dan disekolah.
3.      Penelitian tindakan kelas adalah dapat ditumbuhkanya budaya meneliti di kalangan guru dan pendidik.


 












Gambar 2.2 Siklus Rancangan Penelitian Tindakan (Action Research)
Sumber: Arikunto (2008:1)




2.5.2        Penerapan Metode Mengajar Non-directive Dilaksanakan Melalui Penelitian Tindakan Kelas
            Pelaksanaan proses belajar mengajar melalui metode non-directive yaitu mengikuti langkah-langkah berikut: 
            -     Mengaitkan pelajaran dengan materi yang lalu
-       Guru membagikan buku siswa dan LKS
-       Guru menjelaskan materi kalor
-       Membimbing peserta didik dalam pembentukan kelompok
-       Memberikan informasi seperlunya tentang LKS dan masalah yang harus dipecahkan
-       Membimbing siswa melakukan kegiatan untuk menemukan jawaban sendiri
-       Memilih dua kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi LKS
-       Bersama siswa menyimpulkan pembelajaran hari ini
-       Guru memberikan tugas mandiri berupa postes
-       Guru memberikan tugas rumah kepada siswa
-       Kegiatan yang tidak relavan

               Inti dari penelitian tindakan kelas yaitu beriorentasi pada suatu tindakan untuk memecahkan masalah, adapun masalah yang dipecahkan di sini adalah aktivitas siswa pasif dalam belajar sehingga menimbulkan prestasi belajar rendah.
               Pemecahan masalah di atas, pada pembelajaran dengan menggunakan metode non-directive, kegiatan guru dan siswa mulai terlihat aktif pada langkah ke tujuh yaitu guru membimbing siswa dalam melakukan kegiatan yaitu guru mengarahkan setiap kegiatan yang dilakukan siswa di dalam kelompok, di sini siswa bertanya kepada guru dan teman sehingga aktivitas siswa dalam kelompok terlihat aktif. Setelah selesai kegiatan dilakukan dalam kelompok kemudian secara acak guru memilih 2 kelompok secara acak untuk membaca/mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, dengan demikian  siswa dapat membandingkan hasil kerja kelompoknya dengan kelompok lain, sehingga pemahaman siswa sama. Selanjutnya guru membantu siswa menyusun konsep dan bersama-sama siswa membuat suatu kesimpulan pembelajaran.  
               Setelah dilakukan penelitian tindakan kelas, masalah yang terjadi dalam kelas berubah kearah yang lebih baik. Artinya siswa aktif dalam belajar dan situasi di dalam kelas saat proses belajar mengajar berlangsung dengan aktif.  Jika ditinjau kembali aktivitas guru dan siswa di atas, maka terlihat guru dan siswa aktif dalam proses belajar mengajar, artinya prestasi belajar siswa juga meningkat.
                



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 5 Banda Aceh, pengumpulan data dimulai pada tanggal 24 November 2009 sampai dengan tanggal  8 Desember  2009.
3.2      Subjek dan objek penelitian
              Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V11-1 SMP Negeri 5 Banda Aceh, dengan jumlah siswa 23 orang. dan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah metode mengajar Non-Directive pada materi kalor.

3.3      Instrumen Penelitian
Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1.      lembar pre-tes, dilakukan untuk megetahui kemampuan awal siswa sebelum materi kalor diajarkan dengan menggunakan metode Non- Directive.
2.      lembar post-tes, diberikan setelah diajarkan materi kalor dengan menggunakan metode Non-Directive
3. lembaran pengamatan
a.       lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran metode Non-Directive
b.  lembaran pengamatan pengelolaan pembelajaran metode Non-directive. Lembaran pengamatan ini digunakan untuk mengetahui keterampilan guru dalam mengelola KBM sesuai dengan apa yang terdapat dalam setiap Rencana Pembelajaran (RP). digunakan analisis data berdasarkan hasil skor rata-rata pengamatan. Dengan interprestasi sebagai berikut :
-          1.00-1,49 tidak baik
-          1,50-1,99 hampir kurang baik
-          2,00-2,49 kurang baik
-          2,50-2,99 hampir cukup baik
-          3,00- 3,49 cukup baik
-          3,50-3,99 hampir baik
-          4,00> baik,                                          Borich (dalam Evendi, 1999:92)

  1. Lembar respon siswa

3.4 Langkah-langkah Penelitian
              Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Sebelum melakukan tindakan kelas peneliti terlebih dahulu melakukan tahap-tahap sebagai berikut:




3.4.1        Tahap Persiapan
a.        Menentukan jumlah siklus, untuk kegiatan penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dalam 3 siklus.
b.      Menentukan kelas penelitian.
c.        Menetapkan materi yang diajarkan.
d.      Menyusun Analisis Materi Pelajaran (AMP)
e.        Menyusun Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) yang didasarkan pada acuan penyusunan rencana pembelajaran.
f.        Menyusun soal pretes dan soal postes
g.      Menyusun Instrumen pengamatan aktivitas guru dan siswa.
h.       Menyusun instrumen pengamatan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan metode Non- directive.
i.        Menyusun instrumen respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode non-directive.

3.4.2        Tahap Pelaksanaan
                        Pelaksanaan KBM untuk setiap kali pertemuan siklus rancangan penelitian tindakan kelas yaitu, rencana-tindakan-observasi-refleksi.
a.      Perencanaan
              Pada tahap perencanaan peneliti menyusun analisis materi pelajaran (AMP),  Rencana Pembelajaran (RP-1), mempersiapkan alat perangkat pembelajaran lainnya yang dibutuhkan pada RP-1. Menyiapkan instrumen yang dibutuhkan pada siklus-1 Selanjutnya guru (peneliti) memberikan soal pretes secara keseluruhan pada pertemuan 1.

b.      Tindakan
              Pada tahap tindakan guru mengikuti langkah-langkah berikut:
-          Memberikan pre test secara keseluruhan kepada siswa
-     Mengaitkan pelajaran dengan materi yang lalu
-       Guru membagikan buku siswa dan LKS
-       Guru menjelaskan materi kalor
-       Membimbing peserta didik dalam pembentukan kelompok
-       Memberikan informasi seperlunya tentang LKS dan masalah yang harus dipecahkan
-       Membimbing siswa melakukan kegiatan untuk menemukan jawaban sendiri
-       Memilih dua kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi LKS
-       Bersama siswa menyimpulkan pembelajaran hari ini
-       Guru memberikan tugas mandiri berupa postes
-       Guru memberikan tugas rumah kepada siswa
-       Kegiatan yang tidak relavan dengan KBM

c.       Observasi (pengamatan)
Pada saat peneliti melaksanakan tindakan KBM dilakukan  observasi (pengamatan) oleh dua orang pengamat terhadap aktivitas guru dan siswa serta kemampuan guru dalam mengelola kelas dengan menggunakan metode non- directive. Tugas pengamat adalah mengisi instrumen aktivitas guru dan siswa, dan instrumen keterampilan guru dalam mengelola KBM dengan menggunakan metode non- directive.
d.      Refleksi (tindak lanjut)
Setelah selesai KBM guru bersama pengamat melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus-1, hasil refleksi atau masukan yang diberikan oleh pengamat dijadikan pedoman dalam perencanaan siklus-2.Selanjutnya peneliti melakukan tindakan pada siklus-2, dengan memperbaiki kekurangan yang terjadi pada siklus-1,  begitu juga selanjutnya tindakan yang dilakukan pada siklus-3.
              Dari uraian di atas, maka inti dari penelitian ini adalah adanya tindakan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas pelaksanaan KBM yang lebih baik. Langkah-langkah pelaksanaan tindakan meliputi keempat komponen yang telah disebutkan diatas dan berlangsung secara siklus, yaitu rencana-tindakan  observasi-refleksi, seperti tampak pada gambar 1 berikut:


3.4.3 Metode Pengolahan Data
              Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya yaitu pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dalam suatu penelitian agar peneliti dapat merumuskan hasil penelitiannya.        
              Adapun tehnik pengolahan data yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran menggunakan metode non- directive dianalisis dengan rumus persentase:
                       (Anas Sudijono, 2005:43)
        Keterangan:  P = Angka persentase
                               F = Frekuensi aktivitas guru dan siswa yang muncul
                              N = Jumlah aktivitas keseluruhan
  
b. Untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan metode non- directive, data yang diperoleh digunakan analisis data berdasarkan hasil skor rata-rata pengamatan. digunakan analisis data berdasarkan hasil skor rata-rata pengamatan. Dengan interprestasi sebagai berikut :
-          1.00-1,49 tidak baik
-          1,50-1,99 hampir kurang baik
-          2,00-2,49 kurang baik
-          2,50-2,99 hampir cukup baik
-          3,00- 3,49 cukup baik
-          3,50-3,99 hampir baik
-          4,00> baik,                                          Borich (dalam Evendi, 1999:92)

c.  Untuk mengetahui respon siswa data, yang diperoleh dianalisis dengan persentase       yaitu:
             (Anas Sudijono, 2005:43)
Keterangan:     P  = Persentase yang dicari
                        F  = Frekuensi respon siswa
                        N = Jumlah siswa

d.   Lembaran pre-test dan post-test.
Pre-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diterapkan metode mengajar non-directive, sedangkan post-test diberikan setelah dilakukannya kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode mengajar non-directive (tidak langsung).
Berdasarkan teori belajar tuntas, maka seorang peserta didik dipandang tuntas belajar jika ia mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65 % dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 65 %, sekurang-kurangnya 85 % dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut (Mulyasa, 2005:99).




















BAB  IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


              Pada bab ini akan dibahas hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan sesuai dengan judul yang telah dirumuskan dengan menggunakan metode mengajar non-directive. Data hasil penelitian yang diperoleh dari SMP Negeri 5 Banda Aceh selama tiga siklus dan setiap siklus diamati oleh dua orang pengamat ( partini dan suyani ). Analisis penelitian dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif, yaitu untuk mendeskripsikan gambaran terhadap aktivitas guru dan siswa, gambaran kemampuan guru mengelola pembelajaran, gambaran respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode mengajar  non-directive,
Pada setiap siklus guru mempersiapkan Analisis Materi Pelajaran (AMP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran  (RPP), soal pre-test dan post-test, LKS dan buku siswa serta instrumen penelitian lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa, lembar analisis data keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan metode mengajar non-directive. Serta lembar respon siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode mengajar non-directive.

4.1 Siklus I
4.1.1  Analisis aktivitas guru dan siswa dalam KBM dengan metode mengajar   non-directive
 Pengamatan aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode mengajar non-directive, siklus pertama dengan menggunakan lembaran pengamatan aktivitas guru dan siswa. Data hasil pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa selama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dinyatakan dengan persentase. Data tersebut secara ringkas disajikan pada lampiran 21.
 Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada lampiran 21 terlihat bahwa sebahagian besar waktu yang digunakan oleh guru ádalah memberikan informasi seperlunya tentang LKS  dan masalah yang harus dipecahkan yaitu sebesar 20%. Sedangkan aktivitas siswa yang dominan adalah mendengarkan penjelasan guru sebesar 24%. Data persentase aktivitas guru dan siswa ini secara terperinci dapat dilihat pada lampiran 21.  Dari data terlihat bahwa persentase aktivitas guru lebih besar dari pada siswa, ini berarti bahwa pembelajaran masih terpusat pada guru dan belum sesuai dengan metode peengaajaran tidak langsung (non-directive).
              Berdasarkan pengamatan KBM aktivitas guru dan siswa pada siklus-1 masih terdapat kekurangan, adapun kekurangan tersebut adalah:
-          siswa masih kurang aktif dalam melakukan kegiatan.
-          siswa masih ada yang kurang percaya diri saat melaporkan hasil kegiatan.
-          Upaya guru untuk menerapkan metode pengajaran tidak langsung (non-directive) yang mandiri terpusat pada siswa belum sesuai dengan rencana yang disusun pada RPP-1.
              Berdasarkan refleksi maka tindak lanjut yang dilakukan adalah guru harus mempertegas pemberian pengarahan dan bimbingan kepada siswa, agar siswa lebih terarah sehingga lebih aktif dalam melakukan kegiatan baik diskusi dalam kelompok maupun antar kelompok.
              Secara keseluruhan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode non-directive   pada siklus pertama dapat dilihat dalam bentuk grafik sebagai berikut:


                                                                                Sumber: SMP Negeri 5 Banda Aceh  (data diolah)
        Grafik  4.1.1  Hasil Aktivitas Guru Dan Siswa Dalam PBM pada siklus 1


Jenis aktivitas guru dan siswa
Keterangan grafik:
Aktivitas guru:
1.      Mengaitkan pelajaran dengan materi yang lalu
2.      Guru membagikan buku siswa dan LKS
3.       menjelaskan pelajaran materi kalor
4.      Membimbing peserta didik dalam pembentukan kelompok
5.      Memberikan informasi seperlunya tentang LKS dan masalah yang harus dipecahkan
6.      Membimbing siswa melakukan kegiatan untuk menemukan jawaban sendiri
7.      Memilih dua kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi LKS
8.      Bersama siswa membuat kesimpulan
9.      Memberikan post test
10.  Kegiatan yang tidak relavan


Aktivitas siswa:
1.      Memperhatikan penjelasan guru
2.      Membuka dan membaca materi dan LKS  yang diberikan
3.      Memperhatikan penjelasan guru dan berupaya untuk memahaminya
4.      Membentuk kelompok
5.      Memperhatikan penjelasan guru tentang LKS
6.      mengerjakan LKS,  berdiskusi dalam kelompok serta  menemukan cara penyelesaian masalah
7.      Mempresentasikan hasil diskusi LKS
8.      Bersama guru membuat kesimpulan
9.      Mengerjakan post test
10.  Kegiatan yang tidak relavan

4.1.2 Keterampilan guru dalam mengelola KBM dengan metode mengajar non-directive

Hasil pengamatan ketermpilan guru dalam mengelola KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive pada siklus pertama diamati dengan menggunakan lembaran pengamatan dan analisis data pengamatan pengelolaan KBM secara rinci dapat dilihat pada lampiran 22.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan metode mengajar non-directive pada kegiatan pendahuluan memperoleh rata-rata skor adalah 2,5 termasuk dalam katagori hampir cukup baik, pada kegiatan inti memperoleh rata-rata 3,00 termasuk dalam katagori cukup baik, penutup memperoleh rata-rata 2,83 termasuk dalam katagori hampir cukup baik, suasana kelas memperoleh nilai rata-rata 3,33 termasuk dalam katagori cukup baik, dan pengelolaan waktu memperoleh nilai rata-rata 2,5 termasuk dalam katagori hampir cukup baik.
Hasil pengamatan tersebut menggambarkan bahwa guru melakasanakan proses relajar mengajar (PBM) masih belum sempurna dan perlu diperbaiki pada siklus selanjutnya.

4.1.3 Analisis ketuntasan hasil belajar siswa dalam KBM Menggunakan Metode Mengajar Non-Directive

Analisis tes hasil belajar siswa tentang materi kalor pada siklus-1 secara rinci dapat dilihat pada lampiran 23, Untuk mengetahui keberhasilan tentang tes hasil belajar siswa pada siklus pertama, di ukur dengan 8 butir soal yang dijabarkan dari 8 tujuan pembelajaran (indikator) yang ingin capai. Berdasarkan lampiran 23, diketahui bahwa hasil tes siswa secara individual telah tuntas sebesar 73,91%, dari 23 siswa, 6 siswa yang tidak tuntas. Sedangkan secara klasikal diperoleh 4 indikator yang tuntas dari 8 indikator sebesar 50%.      
Hasil pengamatan ketuntasan tes hasil belajar pada pokok bahasan kalor  pada siklus pertama dapat dilihat dalam bentuk grafik sebagai berikut:

                                                                                Sumber: SMP Negeri 5 Banda Aceh  (data diolah)

  Grafik 4.1.2 Hasil tes belajar siswa siklus 1
4.1.4 Respon siswa dalam KBM dengan menggunakan metode non-directive
              Hasil respon siswa dalam KBM dengan menggunakan metode non-directive pada lembaran respon siswa, dapat dilihat pada lampiran 26. Hasil respon siswa menunjukan siswa senang terhadap KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive yaitu sebesar 95,6.

4.2 Siklus II
4.2.1  Analisis aktivitas guru dan siswa dalam KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive
Pengamatan aktivitas guru dan siswa selama KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive, siklus kedua dengan menggunakan lembaran pengamatan aktivitas guru dan siswa. Data hasil pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa selama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dinyatakan dengan persentase. Data tersebut secara ringkas disajikan pada lampiran 21.
Tindakan yang dilakukan pada siklus-2 ini sama dengan tindakan pada siklus-1 hanya saja guru lebih mempertegas dalam memberikan pengarahan kepada siswa sehingga siswa lebih mengerti tugas-tugas yang harus dilakukan.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada lampiran 21 terlihat bahwa sebahagian besar waktu yang digunakan oleh guru ádalah membimbing siswa melakukan kegiatan untuk menemukan jawaban sendiri sebesar 19 % dan memberikan kesempatan siswa untuk melaporkan/mempresentasikan hasil kegiatannya serta memberi kesempatan kelompok lain untuk memberi tanggapan yaitu sebesar 15%. Sedangkan aktivitas siswa yang dominan adalah melakukan//mengerjakan LKS, berdiskusi dalam kelompok, bertanya pada guru atau teman serta menemukan cara penyelesaian masalah yaitu sebesar 29 %.  
              Berdasarkan analisis di atas, aktivitas guru dan siswa ada yang sudah meningkat dari siklus-1,  ini menunjukan bahwa KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive pada siklus kedua ini mulai baik. Artinya aktivitas siswa dalam kelompok mulai aktif  seperti berdiskusi, memberikan pendapat, bertanya kepada guru dan teman, siswa sudah mulai tau konsep físika yang diperhatikan dari percobaan, dalam melaporkan hasil kegiatan sudah mulai percaya diri. Menurut kedua pengamat siswa sudah lebih aktif dari siklus pertama. Siswa sudah lebih mengerti tugas-tugas yang dilakukan. Namun perlu dipabaiki lagi pada siklus-3, guru harus memperhatikan semua kegiatan siswa lebih mempertegas lagi dalam pemberian pengarahan dan bimbingan, sehingga siswa lebih aktif lagi.
              Secara keseluruhan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode mengajar non-directive pada siklus kedua dapat dilihat dalam bentuk grafik sebagai berikut:

                                                          Sumber: SMP Negeri 5 Banda Aceh  (data diolah)
  Grafik 4.2.1 Hasil aktivitas guru dan siswa dalam PBM pada siklus 2

Keterangan gambar dapat dilihat pada gambar 4.1.1


4.2.2 Keterampilan guru dalam mengelola KBM dengan menggunakan metode non-directive

Hasil pengamatan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan metode non-directive pada siklus kedua diamati dengan menggunakan lembaran pengamatan pengelolaan pembelajaran dan hasil pengelolaan pembelajaran secara rinci dapat dilihat pada lampiran 22.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive, pada kegiatan pendahuluan memperoleh rata-rata skor adalah 3 termasuk dalam katagori cukup baik, pada kegiatan inti memperoleh rata-rata 3,2 termasuk dalam katagori cukup baik, penutup memperoleh rata-rata 3,33 termasuk dalam katagori cukup baik, suasana kelas memperoleh nilai rata-rata 3 termasuk dalam katagori cukup baik, dan pengelolaan waktu memperoleh nilai rata-rata 3,5 termasuk dalam katagori hampir baik.
Hasil pengamatan tersebut menggambarkan bahwa guru melaksanakan KBM menggunakan metode mengajar non-directive lebih baik dari siklus pertama. Walaupun demikian guru perlu memperbaiki dalam pertemuan selanjutnya agar mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.




4.2.3 Analisis ketuntasan hasil belajar siswa dalam KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive

Analisis tes hasil belajar siswa tentang materi kapasitas kalor dan perubahan wujud zat pada siklus-2 secara rinci dapat dilihat pada lampiran 24. Untuk mengetahui keberhasilan tentang tes hasil belajar siswa pada siklus-2, diukur dengan 8 butir soal yang dijabarkan dari 12 tujuan pembelajaran (indikator) yang ingin capai.
Pada  lampiran 24 diketahui bahwa hasil tes siswa secara individual telah tuntas sebesar 86,95 %, dari 23 siswa 3 siswa yang tidak tuntas. Sedangkan secara klasikal diperoleh 5 indikator yang tuntas dari 8 indikator sebesar 62,5%
Hasil analisis tes belajar siswa meningkat dari siklus pertama, ini terjadi karena siswa sudah mulai memahami metode pembelajaran yang digunakan. Hasil pengamatan ketuntasan tes hasil belajar pada pokok bahasan kapasitas kalor dan perubahan wujud zat pada siklus kedua tersebut dapat dilihat dalam bentuk grafik sebagai berikut:
 



                                                                             Sumber: SMP Negeri 5 Banda Aceh  (data diolah)

Grafik 4.2.2 Hasil tes relajar siswa siklus-2

4.2.4 Respon siswa dalam KBM dengan metode mengajar non-directive
              Hasil respon siswa dalam KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive pada siklu-2 dapat dilihat pada lampiran 26, hasil respon menunjukkan siswa senang dengan KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive yaitu sebesar 100.

4.3 Siklus III
4.3.1  Analisis aktivitas guru dan siswa dalam KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive

Pengamatan aktivitas guru dan siswa selama KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive, siklus ketiga dengan menggunakan lembaran aktivitas guru dan siswa. Data hasil pengamatan tersebut dinyatakan dengan persentase. Data tersebut secara ringkas disajikan pada lampiran 21.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada lampiran 21 terlihat bahwa sebahagian besar waktu yang digunakan oleh guru adalah membimbing siswa melakukan kegiatan untuk menemukan jawaban sendiri yaitu sebesar 20 %. Sedangkan aktivitas siswa yang dominan adalah melakukan atau mengerjakan LKS, berdiskusi dalam kelompok, bertanya pada guru atau teman yaitu sebesar 27 %., mempresentasikan hasil diskusi LKS sebesar 15%, mengerjakan soal 10%
              Hal ini menunjukkan bahwa KBM dengan menggunakan pada siklus-3 ini mulai baik. Artinya siswa sudah mulai mengerti apa tujuan dari kegiatan yang dilakukan sehingga aktivitas siswa dalam kelompok lebih aktif dari pertemuan sebelumnya seperti berdiskusi, memberikan pendapat, bertanya kepada guru dan teman dan sudah mulai tau konsep físika yang diperhatikan dari percobaan. Menurut kedua pengamat aktivitas siswa sudah lebih aktif dari siklus-2.
              Secara keseluruhan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode mengajar non-directive pada siklus ketiga dapat dilihat dalam bentuk grafik sebagai berikut:


                                                      Sumber: SMP Negeri 5 Banda Aceh (data diolah)

     Grafik 4.3.1 Hasil aktivitas guru dan siswa dalam PBM pada siklus 3

Keterangan gambar dapat dilihat pada gambar 4.1.1


4.3.2 Keterampilan guru dalam mengelola KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive

Hasil pengamatan ketermpilan guru dalam mengelola KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directivepada siklus-3 diamati dengan menggunakan lembaran pengamatan keterampilan guru dalam mengelola KBM dan hasil pengelolaan secara rinci dapat dilihat pada lampiran 23.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive pada kegiatan pendahuluan memperoleh rata-rata skor adalah 3,5 termasuk dalam katagori hampir baik, pada kegiatan inti memperoleh rata-rata 3,58 termasuk dalam katagori hampir baik, penutup memperoleh rata-rata 3,33 termasuk dalam katagori cukup baik, suasana kelas memperoleh nilai rata-rata 3,50 termasuk dalam katagori hampir baik, dan pengelolaan waktu memperoleh nilai rata-rata 3,5 termasuk dalam katagori hampir baik. Hasil pengamatan tersebut menggambarkan bahwa guru melaksanakan KBM menggunakan metode mengajar non-directive lebih baik dari siklus sebelumnya.

4.3.3 Analisis ketuntasan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode non-directive

Analisis tes hasil belajar siswa tentang materi kalor lebur dan kalor uap pada siklus-3 secara rinci dapat dilihat pada lampiran 25, diketahui bahwa hasil tes siswa secara individual tuntas sebesar 91,30 %, dari 23 siswa 2 siswa yang tidak tuntas. sedangkan secara klasikal diperoleh 6 indikator yang tuntas dari 8 indikator sebesar 75%.
Hasil analisis tes hasil belajar siswa pada siklus-3 ini juga meningkat dari siklus-1. Hingga pada siklus 3 hanya 2 siswa yang tidak mencapai ketuntasan dalam pembelajaran.
. Hasil pengamatan ketuntas tes hasil belajar pada pokok bahasan kalor lebur dan kalor  uap pada siklus-3 dapat dilihat dalam bentuk grafik sebagai berikut:


 

                                                                                Sumber: SMP Negeri 5 Banda Aceh  (data diolah)

Grafik 4.3.2 Hasil tes belajar siswa siklus-3

4.3.4 Respon siswa dalam KBM dengan menggunakan metode non-directive
              Hasil respon siswa dalam KBM dengan menggunakan pmetode mengajar non-directive pada lembaran respon siswa dapat dilihat pada lampiran 26, hasil respon menunjukkan siswa senang dengan KBM dengan menggunakan metode mengajar non-directive yaitu sebesar 100. 



No comments:

Post a Comment